Aturan Baru Membatasi Ekspor Teknologi AI
Pemerintah Amerika Serikat pada hari Senin mengumumkan pembatasan lebih lanjut terhadap ekspor chip dan teknologi kecerdasan buatan (AI). Langkah ini bertujuan untuk mempertahankan keunggulan AS dalam komputasi canggih sekaligus membatasi akses Tiongkok terhadap teknologi tersebut.
Regulasi baru ini membatasi jumlah chip AI yang dapat diekspor ke sebagian besar negara, sementara memberikan akses tanpa batas kepada sekutu terdekat AS. Tiongkok, Rusia, Iran, dan Korea Utara tetap dilarang menerima teknologi ini.
Upaya Mempertahankan Dominasi AS dalam AI
Aturan ini merupakan puncak dari upaya selama empat tahun pemerintahan Presiden Joe Biden untuk menghambat akses Tiongkok ke chip canggih yang dapat meningkatkan kemampuan militernya. Langkah ini juga bertujuan untuk menutup celah dan menambahkan kontrol baru dalam pengembangan AI global.
"AS memimpin dalam AI saat ini - baik dalam pengembangan AI maupun desain chip AI, dan penting bagi kami untuk mempertahankannya," kata Menteri Perdagangan AS Gina Raimondo.
Dampak Terhadap Industri Teknologi
Regulasi ini membatasi ekspor unit pemrosesan grafis (GPU) canggih yang digunakan untuk melatih model AI di pusat data. Sebagian besar GPU ini diproduksi oleh Nvidia dan Advanced Micro Devices (AMD). Saham kedua perusahaan turun 2% hingga 3% dalam perdagangan pra-pasar pada hari Senin.
Penyedia layanan cloud besar seperti Microsoft, Google, dan Amazon dapat mengajukan otorisasi global untuk membangun pusat data di negara-negara yang tidak dapat mengimpor cukup chip karena kuota yang diberlakukan AS. Namun, mereka harus mematuhi persyaratan ketat terkait keamanan, pelaporan, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Kritik dari Industri
Langkah ini mendapat kritik dari suara-suara kuat dalam industri teknologi. Nvidia menyebut aturan ini sebagai "pengawasan yang berlebihan" dan mengatakan bahwa Gedung Putih akan membatasi teknologi yang sudah tersedia secara luas di perangkat keras konsumen. Sementara itu, penyedia pusat data Oracle berpendapat bahwa aturan ini akan memberikan keuntungan besar kepada pesaing Tiongkok.
Pembagian Dunia dalam Tiga Tingkat
Regulasi ini membagi dunia menjadi tiga tingkat. Sekitar 18 negara, termasuk Jepang, Inggris, Korea Selatan, dan Belanda, akan bebas dari aturan ini. Sekitar 120 negara lainnya, termasuk Singapura, Israel, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab, akan menghadapi batasan tertentu. Negara-negara yang dikenai embargo senjata seperti Rusia, Tiongkok, dan Iran dilarang menerima teknologi ini sepenuhnya.
Penyedia yang berbasis di AS seperti AWS dan Microsoft hanya diizinkan mengerahkan hingga 50% dari total daya komputasi AI mereka di luar AS, tidak lebih dari 25% di luar negara Tier 1, dan tidak lebih dari 7% di satu negara non-Tier 1.
Potensi dan Risiko AI
AI memiliki potensi untuk meningkatkan akses ke layanan kesehatan, pendidikan, dan pangan. Namun, AI juga dapat digunakan untuk mengembangkan senjata biologis, mendukung serangan siber, dan membantu pengawasan serta pelanggaran hak asasi manusia.
"AS harus bersiap untuk peningkatan cepat dalam kemampuan AI di tahun-tahun mendatang, yang dapat memiliki dampak transformatif pada ekonomi dan keamanan nasional kita," kata Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan.