Jakarta – Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI) resmi memberhentikan Ahmad Jundi Khalifatullah dari posisinya sebagai Ketua Umum. Keputusan itu diputuskan melalui Rapat Pleno PP KAMMI yang berlangsung secara daring pada Rabu (27/8).
Menurut pembacaan hasil putusan oleh Imran, salah satu anggota PP KAMMI di Tugu Proklamasi, Jundi dinilai melakukan pelanggaran etik serta aturan organisasi. Beberapa catatan pelanggaran yang disampaikan antara lain manuver politik yang memicu kegaduhan publik, ketidakhadiran pada Rapat Koordinasi Nasional I di Palembang, pemberhentian Sekretaris Jenderal tanpa mengikuti mekanisme AD/ART, hingga tetap bertindak sebagai ketua umum meski sedang menjalani masa skorsing dari Majelis Permusyawaratan Pusat (MPP) KAMMI.
Imran menegaskan bahwa langkah tegas ini bertujuan menjaga marwah organisasi mahasiswa. “Kami ingin mengembalikan KAMMI pada khittah perjuangan agar tidak terjebak konflik internal yang justru melemahkan posisi organisasi di tengah dinamika bangsa,” ujarnya.
Selain memberhentikan Jundi, rapat pleno juga memutuskan untuk membubarkan Pengurus Pusat KAMMI periode 2024–2026 beserta MPP KAMMI. Untuk sementara, Sekretaris Jenderal PP KAMMI Muhammad Amri Akbar ditunjuk sebagai pelaksana tugas ketua umum hingga pemilihan definitif dilakukan.
Amri mendapat mandat membentuk kepengurusan baru dalam kurun waktu maksimal 2x24 jam setelah putusan dibacakan. Sementara itu, Muktamar XIV KAMMI tetap akan digelar di Maluku sebagaimana diputuskan dalam Muktamar XIII.
Momentum pembacaan keputusan di Tugu Proklamasi juga memiliki simbol tersendiri. Imran menjelaskan, pemilihan lokasi itu dimaksudkan untuk menegaskan semangat kebangsaan. “Seperti halnya Proklamasi Indonesia yang dibacakan di tempat ini, hari ini kami pun menyerahkan mandat kepada Amri Akbar agar membawa KAMMI ke arah yang lebih baik bagi seluruh kader se-Indonesia,” katanya.
Ia menambahkan, “Biarlah Tugu Proklamasi menjadi saksi perjalanan kepemimpinan baru KAMMI yang terus menjaga nilai kebangsaan dan menguatkan peran gerakan ekstra-parlementer.”
Adapun hasil rapat pleno tersebut bersifat final dan mengikat. Peninjauan ulang hanya dapat dilakukan melalui mekanisme peradilan negara.
sumber berita : Nalar Rakyat
